Enter your keyword

Priyaka Irfan Atlet Tunarungu Asal UNJ yang Mengharumkan Nama Indonesia di Kancah Dunia

Priyaka Irfan Atlet Tunarungu Asal UNJ yang Mengharumkan Nama Indonesia di Kancah Dunia

Priyaka Irfan Atlet Tunarungu Asal UNJ yang Mengharumkan Nama Indonesia di Kancah Dunia

Terlahir dengan keadaan tunarungu tidak membuat Ipang berkecil hati. Justru dia memiliki semangat yang besar sehingga dia dapat meraih pencapaiannya yang sekarang. Ipang mengawali karier taekwondo pada usia 9 tahun dengan mengikuti sebuah klub taekwondo
Humas UNJ (1/12/2017). Jakarta,  — Priyaka Irfan Astama Harsono atau yang lebih akrab disapa Ipang ini adalah seorang taekwondoin asal Jakarta yang menggeluti cabang poomsae ini. Ada yang spesial dari taekwondoin yang satu ini. Dia adalah seorang atlet tunarungu yang telah mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia. Poomsae adalah salah satu cabang dari latihan Taekwondo. Poomsae atau rangkaian jurus adalah rangkaian teknik gerakan dasar serangan dan pertahanan diri. Dilakukan dengan melawan lawan yang imajiner, dengan melakukan diagram tertentu. Setiap diagram rangkaian gerakan poomsae didasari oleh filosofi timur yang menggambarkan semangat dan cara pandang bangsa Korea.
Terlahir dengan keadaan tunarungu tidak membuat Ipang berkecil hati. Justru dia memiliki semangat yang besar sehingga dia dapat meraih pencapaiannya yang sekarang. Ipang mengawali karier taekwondo pada usia 9 tahun dengan mengikuti sebuah klub taekwondo bernama Dharma Putra Club. Sebelumnya dia juga sudah mencoba berbagai macam olahraga seperti berenang, softball , dan sepak bola. Namun dari semua olaharaga itu hanya taekwondo yang Ipang suka. 
Saat berlatih taekwondo, Ipang merasakan kepuasan tersendiri. Tidak hanya itu dia juga dapat berprestasi seperti anak-anak normal lainnya. Sebelum turun ke nomor poomsae, atlet kelahiran Surabaya, 24 Januari 1994 ini mengikuti nomor kyorugi (cabang tarung). Namun saat itu wasit belum memakai gerakan tangan sehingga membuat Ipang kewalahan. 
“Tapi sekarang udah enak, wasit sudah pake gerakan tangan,” begitu penuturan Sumastinah, ibunda Ipang. Pernah suatu ketika sehabis pertandingan Ipang babak belur karena mengikuti pertandingan itu, sehingga dia harus digendong sang ayah untuk berpergian. Di sekolah pun dia harus dipapah oleh temannya untuk mencapai kelas. 
Karena pengalamannya itu, dia beralih ke nomor poomsae. Tapi pilihan Ipang memang tidak salah. Setelah itu dia pulang dengan banyak kemenangan dalam nomor poomsae.
Pada 2010, putra tunggal dari pasangan H. Sony A Harsono, SE dan Sumastinah Puji Astuti, SH ini berdoa agar bisa menjadi atlet tunarungu pertama di DKI Jakarta. Berkat doa dan kerja kerasnya dia berhasil mewujudkan impiannya dengan menjadi atlet taekwondo nomor poomsae terbaik di DKI Jakarta hingga saat ini. 
Tidak sampai di situ saja perjuangan Ipang. Setelah mendapatkan predikat tersebut, dia kembali mendapatkan kesempatan untuk menjadi atlet tunarungu pertama Indonesia yang mengikuti kejuaran di luar negeri yaitu Deaflimpic (kejuaraan khusus untuk penyandang tunarungu) ke-22 yang diselenggarakan di Sofia, Bulgaria pada tahun 2013.
Ipang membawa pulang medali perunggu. Ipang pun masuk peringkat ke-7 dunia, Male Poomsae Individu World Deaf Taekwondo, per December 2013. Saat tahun 2015 dia harus pergi ke Turki untuk perlombaan, namun dia tidak jadi pergi karena dia mengalami kecelakaan yang membuat kakinya luka cukup parah. 
Pada tahun 2016 kemarin dia juga harus merelakan kesempatannya lagi untuk pergi ke Korea, karena saat itu sedang terjadi kudeta di bandara negeri itu. 
Sekarang Ipang sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Jakarta semester 3. Dulu dia mendaftar lewat jalur mandiri bersama 6 orang teman lainnya yang tunarungu namun hanya dia yang lolos masuk ke UNJ. 
Ipang mengambil fakultas Ilmu Keolahragaan Konsentrasi pelatihan ilmu keolahragaan jurusan taekwondo karena dia juga mendaftar lewat jalur prestasi dari taekwondo. Dia menjadi satu-satunya mahasiswa tunarungu di Fakultas Ilmu Keolahragaan. 
Masuk ke jurusan taekwondo memang sudah menjadi cita-citanya sejak kecil. Meskipun saat SMK dia mengambil jurusan animasi, tapi rasa cintanya terhadap taekwondo lebih besar, sehingga dia masuk UNJ dan mengambil jurusan taekwondo. 
“Kalo animasi itu susah, tugasnya banyak, apalagi kalo harus foto bangunan terus dibuat animasinya dengan digambar ulang di Photoshop, haduh, itu yang paling membuat saya pusing,” katanya.
 
Selain menjadi seorang atlet dia juga menjadi seorang sabeum (pelatih) di Dharma Putra Club dan juga melatih para juniornya di UNJ. Dia juga melatih adik-adik kelasnya di SLB Santi Rama, dia khusus melatih anak-anak tunarungu. 
Dia juga mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan Taekwondo PARA (Taekwondo khusus orang-orang berkebutuhan khusus) yang diselenggarakan oleh WTF (World Taekwondo Federation) di Seoul, Korea Selatan. Acara ini bertujuan untuk melatih calon pelatih muda disabilitas di seluruh dunia untuk menjadi seorang pelatih PARA. 
Pelatihan yang diikuti oleh orang-orang berkebutuhan khusus di seluruuh dunia, dan Ipang menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia dan satu-satunya peserta tunarungu. Di Indonesia, kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap atlet taekwondo berkebutuhan khusus berbeda dengan di luar negeri yang sudah memberi apresiasinya terhadap atlet taekwondo berkebutuhan khusus. Hal ini membuat Ipang menjadi termotivasi untuk membawa Taekwondo PARA masuk ke Indonesia, untuk mendukung semua teman-temannya yang berkebutuhan khusus lebih maju lagi. 
Semua pejuangan Ipang tidak lepas dari dukungan orang-orang terkasihnya, orang tua yang selalu mendukung semua pilihan Ipang membuatnya lebih percaya diri dalam menjalani semua pilihannya. 
“Selagi kami masih bisa, masih sanggup, kami akan selalu dukung,“ begitu penuturan Sumastinah. Dia merasa bangga pada anak tunggalnya tersebut. “Di antara anak-anak muda, walaupun dia punya kekurangan dia masih punya semangat untuk berprestasi, itu yang tidak saya temukan di teman-temannya yang sesame tunarungu.”
Dulu saat Ipang masih dalam kandungan, Sumastinah terkena virus sejenis campak dan itu langsung berdampak pada saraf janin yang dia kandung. Dokter sudah memberitahu kemungkinan anak yang dilahirkan akan tidak sempurna dan menyarankannya untuk mengangkat janinnya. Namun saran itu ditolak keras oleh Sumastinah dan mengatakan bahwa ini adalah titipan Tuhan yang harus dijaganya. 
Sejak kecil Ipang sudah dibiasakan oleh orang tuanya untuk tidak selalu bergantung pada orang lain. “Kami biasakan untuk bisa mandiri.“
Dan hasil tidak pernah membohongi usaha, kini Ipang menjadi anak yang mandiri dan berprestasi. Sumastinah dan Sony merasa bangga sekali terhadap Ipang. 
Selain berprestasi dalam bidang taekwondo, Ipang juga beprestasi dalam bidang desain grafis. Prestasi ini dia dapatkan pada saat Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) saat itu dia mengambil jurusan animasi di SMKN 6 Jakarta Selatan. 
Saat itu dia memenangkan Juara 1 Lomba Design Grafis Perorangan Putra/Putri Tingkat Provinsi DKI Jakarta 2011, dan di tahun yang sama dia juga memenangkan Juara 3 Lomba Design Grafis tingkat Nasional di Yogjakarta. 
Tidak hanya sampai di situ, Ipang juga sering menjadi pembicara dalam seminar. Salah satunya adalah Seminar Pemahaman Konsep Anak Berkebutuhan Khusus di Jakarta. Dia senang berbagi cerita dan memberikan motivasi kepada semua teman-temanya yang tunarungu. Dia berharap semoga kisahnya dapat menjadi inspirasi dan membuat semangat anak-anak berkebutuhan khusus berkobar untuk lebih maju lagi.
Mema
jukan atlet tunarung menjadi cita-cita Ipang. Cita-cita yang mulia ini adalah hal yang selalu dia mimpi-mimpikan, serta membangun sebuah doujo (tempat latihan taekwondo) khusus anak-anak berkebutuhan khusus juga menjadi cita-citanya yang belum tercapai. Dia berharap kelak saat dia berhasil membuat doujo untuk anak-anak berkebutuhan khusus. 
Menjadi pelatih PARA juga suatu hal yang dia cita-citakan. Dia berpesan kepada seluruh anak-anak tunarungu, “Teruslah bermimpi, karena dengan dengan bermimpi kita akan semangat untuk meraih cita-cita kita.” (sumber: CNN Indonesia).