Enter your keyword

Dari Rawamangun untuk Indonesia : Menapaki Jejak Pemikiran Soekarno tentang City of Intellect (Kota Mahasiswa)

Dari Rawamangun untuk Indonesia : Menapaki Jejak Pemikiran Soekarno tentang City of Intellect (Kota Mahasiswa)

Dari Rawamangun untuk Indonesia : Menapaki Jejak Pemikiran Soekarno tentang City of Intellect (Kota Mahasiswa)

Humas UNJ (04/11/2020) – Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengadahkan kegiatan seminar yang bertemakan “Dari Rawamangun untuk Indonesia: Menapaki Jejak Pemikiran Soekarno tentang City of Intellect (Kota Mahasiswa)”. Kegiatan seminar ini merupakan bagian dari upaya UNJ untuk memperkenalkan secara historis dan konteks kekinian bahwa Rawamangun yang dulu merupakan Kampus Universitas Indonesia, dan kini menjadi Kampus Universitas Negeri Jakarta atau UNJ adalah bagian dari konstribusi perjalanan pendidikan di Indonesia. Kegiatan ini menghadirkan para narasumber, Prof. Dr. Hafid Abbas (Guru Besar/Ketua Senat UNJ), Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS. (Guru Besar IPB University), dan Ir. Hasto Kristiyanto, MM (Anggota Dewan Pembina Megawati Institute).

Kegiatan seminar ini dilakukan secara luring dan daring. Di mana secara luring kegiatan seminar ini bertempat di Gedung University Training Center (UTC), Universitas Negeri Jakarta yang dihadari para narasumber serta peserta undangan terbatas dan menerapkan protokol kesehatan. Sementara secara daring kegiatan seminar ini dilakukan melalui Zoom dan Live Streaming Youtube di Channel Universitas Negeri Jakarta Official. Kegiatan seminar ini merupakan tindaklanjut dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh tim akademisi UNJ. Menurut Rektor UNJ, Prof. Dr. Komarudin, M,Si, berangkat dari narasi sejarah yang orisinil tentang “Kota Mahasiswa” sebagai gagasan Soekarno dan dinamika dunia tentang Pemeringkatan Kota Mahasiswa, UNJ kemudian melakukan kajian sekaligus Pemeringkatan Kota Mahasiswa di Indonesia. Kajian ini dipimpin oleh Ketua Senat UNJ, Prof. Dr. Hafidz Abbas beserta tim, yaitu Prof. Dr. H.M. Ahman Sya, Prof. Dr. Nadiroh, M.Pd, Prof. Dr. I Made Putrawan, Dede Rakhmat Hidayat, Ph.D, Dr. Sukro Muhab, M.Si, dan Anggoro B. Susilo.

Secara historis, hanya delapan tahun setelah proklamasi, tepatnya pada 15 September 1953, Presiden Soekarno meletakkan prasasti di Gedung Daksinapati (sekarang gedung Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta) yang menyatakan bahwa kawasan Kampus ini sebagai “Kota Mahasiswa” Jakarta. Saat itu, UNJ masih menjadi bagian dari Universitas Indonesia (UI) sebagai sekolah Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Prasasti “Kota Mahasiswa” ini kini seakan terlupakan, meski ini adalah salah satu warisan monumental Soekarno kepada dunia pendidikan di tanah air yang patut dikenang selamanya.

Meski prasasti ini belum dipahami maknanya pada saat itu, namun setelah hampir tujuh dekade, secara kontekstual historis, warisan itu dapat dikaitkan dengan hal-hal berikut: Pertama, peletakan prasasti Kota Mahasiswa di Kampus UI di kala itu tidak hanya melambangkan UI sebagai pusat keunggulan pendidikan tinggi di tanah air, tetapi juga menempatkan UI sebagai universitas pembina dengan perjalanan sejarahnya yang begitu panjang sebagai perguruan tinggi tertua di Indonesia. UI didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada 1849 sebagai sekolah untuk mendidik calon asisten medis. Tidak lama setelah kemerdekaan, pada 1950, UI menjadi universitas multi-kampus, dengan kampusnya di Jakarta (Fakultas Kedokteran, Hukum, dan Sastra), Bogor (Pertanian dan Kedokteran Hewan), Bandung (Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam), Surabaya (Kedokteran dan Kedokteran Gigi), dan Makassar (Ekonomi dan Hukum). Pada 1954, Kampus UI di Surabaya menjadi Universitas Airlangga dan pada tahun berikutnya Kampus Makassar menjadi Universitas Hasanuddin. Kampus Bandung menjadi Institut Teknologi Bandung pada 1959, dan selanjutnya pada 1964, kampus Bogor menjadi Institut Pertanian Bogor, dan Kampus Rawamangun Jakarta sebagian berubah menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (sekarang Universitas Negeri Jakarta).

Prasasti Kota Mahasiswa di kampus UI memberi simbol agar universitas ini berperan sebagai pusat koordinasi kegiatan tri-dharma perguruan tinggi di sejumlah universitas di seluruh Indonesia. Kota Mahasiswa sebagai kota kaum intelektual haruslah menjalankan mandatnya untuk melayani masyarakat, dan mengatasi masalah-masalah sosial-ekonomi dan budaya mereka melalui pendekatan interdisipliner dan transdisipliner untuk kemudian mengatasinya secara ilmiah dan komprehensif. Di kampuslah semestinya dirancang dan dikaji bangunan masa depan peradaban suatu bangsa dengan membekali generasi muda ilmu pengetahuan, keterampilan, seni dan teknologi baru.

Kedua, istilah Kota Mahasiswa kelihatannya belum dikenal secara meluas di era Soekarno, bahkan istilah itu belum pernah terungkap maknanya hingga di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini. Istilah ini terlihat baru populer dikenal oleh masyarakat internasional setelah pertama kali Quacquarelli Symonds (QS) bersama Times Higher Education (THE) mempublikasikan hasil studi pemeringkatan kota-kota mahasiswa terbaik di dunia pada 2010 (www.topuniversities.com/best-student-cities). Meskipun belum ada kriteria khusus untuk menjelaskan makna istilah Kota Mahasiswa di kala itu, namun pemikiran Soekarno seakan melampauhi zamannya. QS menjelaskan bahwa satu kota patut disebut sebagai Kota Mahasiswa apabila di kota itu sudah terdapat minimal dua perguruan tinggi bereputasi yang melayani masyarakatnya yang berpenduduk lebih 250 ribu jiwa. Keberadaan Kampus UI Salemba sebagai Perguruan Tinggi Kedokteran dan Lembaga Pendidikan Jasmani, dan Kampus Rawamangun sebagai Perguruan Tinggi Ilmu Hukum, Kesusasteraan dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, dan kawasan Pegangsaan Timur sebagai tempat hunian para mahasiswa, sungguh sudah memenuhi kriteria QS yang baru muncul setelah 57 tahun peletakan Prasasti Soekarno di Kampus Rawamangun. Ini berarti pemikiran Soekarno 57 tahun lebih maju dibanding dengan perkembangan pemikiran masyarakat internasional.

Lebih lanjut, Rektor UNJ, Prof. Dr. Komarudin, M,Si mengatakan bahwa melalui seminar ini akan mengantarkan pada tiga hal penting: Pertama, memperkenalkan kepada publik mengenai jejak pemikiran Soekarno tentang City of Intellect “Kota Mahasiswa” dan relevansinya bagi UNJ untuk terus meningkatkan prestasi dan reputasi dengan didorong dari semangat historis yang ada pada kampus. Kedua, Hasil Pemeringkatan Kota Mahasiswa yang telah dilakukan dapat berkontribusi bagi dunia akademik dan juga masyarakat. Ketiga, Rawamangun sebagai center of education, sebagai School of Thought (mazhab) harus dikembangkan dan semakin dimantapkan, dan ini adalah cita-cita, spirit, harapan, dan doa Soekarno melalui Prasasti Daksinapati yang mengamanatkan kepada kampus yang berada di Rawamangun sebagai kampus Pembina, dan juga Kampus Besar dikemudian hari, yaitu “MERCUSUAR PENDIDIKAN DI ASIA DAN DUNIA”.

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh tim akademisi UNJ, Hasil Pemeringkatan Kota Mahasiswa yang telah dilakukan, pemenang Kota Mahasiswa peringkat ke1 hingga ke-3 akan memperoleh penghargaan yang secara simbolik akan diberikan oleh Ibu Megawati Soekarno Putri sebagai Putri Presiden RI Pertama Ir. Soekarno, Putri sang pengagas Kota Mahasiswa. Penghargaan akan disampaikan pada tanggal 10 November 2020 yang juga dirangkai dengan acara Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan oleh UNJ.